BULELENG – Rancangan tata kelola limbah medis, bahan berbahaya dan beracun (B3) yang dihasilkan pada rapat koordinasi (rakor) melibatkan stakeholder terkait, IDI, IBI, PPNI, Dirut RS, Kepala Puskesmas dan Klinik se-Kabupaten Buleleng mendapat apresiasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Buleleng.
Selain untuk mencegah dampak negatif pembuangan limbah medis sebagaimana terjadi di Lingkungan Sangket Kelurahan/ Kecamatan Sukasada, tata kelola limbah medis (B3) juga diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan daerah.
“Saat ini, di Kabupaten Buleleng penanganan limbah B3 ditangani pihak ketiga, namun jika Pemkab Buleleng berkomitmen mengelola limbah B3 itu masih bisa dilakukan, sehingga dari penanganan dan tata kelola limbah B3 ini mampu memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD),” tandas Kepala DLH Buleleng Gede Melandrat usai acara pelantikan prebekel di Gedung Kesenian Gde Manik Singaraja, Rabu (29/11/2023).
Mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Buleleng ini menegaskan untuk bisa menjadi sumber PAD, tata kelola limbah B3 dari RS, Puskesmas, Klinik, Dokter Praktek, Bidan Praktek dan Perawat Prektek yang ada di Kabupaten Buleleng yang dilakukan sejak proses perijinan harus dilengkapi pembangunan tempat pembuangan sementara dan mesin pemusnahan khusus limbah B3.
“Selain pembangunan fasilitas tempat penampungan limbah B3, juga dibangun incinerator untuk pemusnahan sampah dengan pembakaran suhu tinggi dan terpadu, sesuai dengan kaidah lingkungan,” ungkapnya.
Penanganan limbah B3 ini bukan hal baru, namun tata kelola limbah B3 membutuhkan penanganan yang cukup spesifik, ditangani oleh pakar sehingga pengelolaan limbah B3 ini tidak justru menjadi bumerang terhadap lingkungan disekitarnya.
Selain kajian terkait tata kelola, kata Melandrat, penentuan lokus atau lokasi juga harus diperhitungkan dengan matang agar tidak berdampak pada lingkungan.
“Nah, kami nanti akan juga melakukan langkah-langkah, telaah terhadap hal ini, mengajukan rencana pembangunannya sehingga kurang lebih 11 ton/bulan limbah B3 bisa di tangani oleh Pemkab Buleleng dalam rangka membangun komitmen bersama menjamin atas kondisi lingkungan yang baik ini,” terangnya.
Terkait lokasi, Melandrat menyebutkan sesuai jenis kegiatan maka lokasi penanganan limbah B3 ini tentunya harus dibangun pada kawasan industri.
“Kalau kita bicara penanganan limbah B3 ini kan tentu limbah industri, maka kawasan/zona industri menjadi pilihan, itu ada di Celukan Bawang, pada 5 desa bisa menjadi lokus nantinya. Tapi kalau hanya membangun gudang penyimpanan sementara sifatnya yang umurnya kurang lebih 90 hari, itu bisa di TPA Bengkala,” ungkapnya.
Ia menegaskan, dengan kajian dan pilihan lokasi yang ada maka rancangan pengelolaan limbah B3 ini kembali pada keputusan, komitmen pimpinan daerah dalam pengimplementasianya.
“Saya kira kembali pada pimpinan, dalam hal ini bupati dalam hal penentuan lokasi yang spesifik, kemudian sumber daya manusia yang disiapkan sehingga aman dan nyaman bagi lingkungan. Apa yang kita rencanakan, kalau itu bisa kita lakukan, maka apa yang kita keluarkan, kontribusinya akan sebanding, karena dari laporan yang disampaikan pembiayaan limbah B3 yang dikeluarkan fasyankes di Buleleng itu kurang lebih Rp 3 Miliar/Bulan,” terangnya.
Ini potensi yang tentunya bisa dikelola dengan penyiapan sarana prasarana tata kelola limbah B3 dan ini bukan wacana karena sudah pernah diajukan.
“Karena Bali tidak punya, bukan hanya Buleleng, Bali tidak punya jadi selama ini limbah B3 dibawa ke luar Bali, transporter kita semua dari Jawa Timur,” pungkasnya.(kar/jon)