BULELENG – Sidang perkara No. 109/Pid.Sus/2023/PN.Sgr terkait dugaan pencemaran nama baik mantan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dengan terdakwa I Nyoman Tirtawan, terus bergulir di Pengadilan Negeri Singaraja Kelas IB.
Pada persidangan dengan majelis hakim yang diketuai IGM Juliartawan didampingi Made Kushandari dan IGA Kade Ari Wulandari, JPU maupun kuasa hukum terdakwa diberikan kesempatan untuk bertanya kepada saksi dari Ketut Mariningsih dan Komang Cakra Muliadi dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng.
“Saya persilahkan kepada JPU dan kuasa hukum terdakwa untuk mengajukan pertanyaan kepada saksi,” tandas IGM Juliartawan saat menyidangkan perkara di Ruang Candra Pengadilan Negeri Singaraja, Senin (27/11/2023).
Menyikapi kesempatan yang diberikan majelis hakim, IGP Adi Kusuma dan Eko Sasi Kirono selaku kuasa hukum terdakwa dari Kantor Hukum Garuda Yaksa tidak hanya bertanya, tapi juga menunjukan sejumlah dokumen antara lain LHP BPK Republik Indonesia Perwakilan Denpasar tahun 2019 dan copy HPL No 1/Desa Pejarakan tahun 1976 dan HPL Pengganti No 1/Desa Pejarakan tahun 2020.
“Iya, ada perbedaan HPL No 1 Desa Pejarakan tahun 1976 dengan HPL Pengganti No 1 Desa Pejarakan tahun 2020, pada copy HPL No 1 Desa Pejarakan tertera untuk pengapuran lahan, sementara pada HPL Pengganti tidak tertera,” ungkap Cakra Muliadi.
Selaku Kepala Sub Bidang Pengamanan dan Penilaian Aset BPKPD Buleleng, ia juga membenarkan adanya temuan BPK terkait pengelolaan asset Pemkab Buleleng seluas 45 hektar di Bantu Ampar.
Dalam kapasitasnya sebagai Kasubbid PPA sejak tahun 2018, Cakra Muliadi menjelaskan penggantian HPL No 1 Desa Pejarakan tahun 1976 dilakukan karena sertipikat aslinya terbakar pada insiden Oktober Kelabu tahun 1999.
“Seluruh dokumen termasuk HPL No 1 tahun 1976 terbakar, sehingga untuk melengkapi pencatatan aset yang dilakukam tahun 2015, dimohonkan HPL Pengganti kepada BPN, berdasarkan berita acara terbakar dan copy HPL No 1 Desa Pejarakan tahun 1976. HPL Pengganti terbit tahun 2020, ” terangnya.
Sesuai rekomendasi BPK, juga sudah dibuatkan MoU pemanfaatan lahan seluas 43,5 hekter untuk kegiatan pariwisata.
“Baru 1 dari 5 perusahaan yang dibuat, kalau ndak salah atas nama PT. Prapat Agung, yang lainnya belum,” tandas Cakra yang juga mengakui sebelum HPL Pengganti terbit sudah ada SHM atas nama Parwata pada lahan tersebut.
Menyikapi keterangan saksi Cakra Muliadi dan Mariningsih yang lebih banyak mengatakan tidak tahu karena baru menjabat sebagai Kabid Pengelolaan Barang Milik Daerah, terdakwa melalui kuasa hukumnya meminta majelis hakim agar mencatat keterangan saksi.
“Mohon yang mulia, keterangan saksi dicatat,” tandas IGP Adi Kusuma diapresiasi Tirtawan.
Selaku terdakwa, Tirtawan menyatakan keterangan saksi menunjukkan HLP No 1 Desa Pejarakan tahun 1976 bukan dimohonkan untuk diganti, tapi dirubah.
“Selain peruntukan sebelumnya HPL No 1 tahun 1976 diterbitkan untuk kegiatan pengapuran lahan, kemudian diterbitkan HPL tahun 2020 tanpa keterangan, dokumen dan surat ukurnya tahun 1971, tidak sesuai SOP sehingga patut diduga cacat secara administratif kalau tidak mau dikatakan bodong,” tukasnya.
Sementara Isnarti Jayaningsih dan Heri selaku jaksa penuntut umum (JPU) meminta ketegasan dari saksi Cakra Muliadi terkait kepemilikan asset sesuai HPL No 1 Desa Pejarakan tahun 1976 atas nama Pemkab Buleleng, bukan atas nama korban, Putu Agus Suradnyana.
“Iya, asset dicatatkan sebagai milik Pemkab Buleleng dan yang mohon penggantian juga Pemkab Buleleng,” tandasnya.
Setelah pemeriksaan 3 orang saksi, Ketua Majelis Hakim Juliartawan kembali memberikan kesempatan kepada JPU untuk menghadirkan 6 dari 12 saksi yang diajukan,namun JPU hanya menyanggupi 2 orang saksi.
“Baik, untuk memberikan kesempatan kepada penuntut umum menghadirkan saksi, maka persidangan perkara No. 109/Pid.Sus/2023/PN.Sgr ditunda dan dilanjutkan pada tanggal 11 Desember 2023 dengan agenda pemeriksaan saksi,” pungkasnya. (kar/jon)