BULELENG – Dua hari menjelang berakhirnya masa jabatan sebagai Gubernur Bali periode 2018-2023, Gubernur Bali I Wayan Koster bertemu dengan petani penggarap lahan Eks HGU No. 1 Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak.
Selain menegaskan status lahan seluas 246,5 Ha merupakan aset Pemprov Bali berdasarkan putusan Mahkamah Agung No. 591/PK/Pdt/2018 tertanggal 10 Agustus 2018, momentum pertemuan yang dihadiri Kakanwil BPN Provinsi Bali,Pj. Bupati Buleleng dan Forkopimda Kabupaten Buleleng juga disampaikan opsi penyelesaian sengketa melalui reforma agraria.
“Dari proses perkara, pengadilan tingkat pertama PN Singaraja dan PN Tinggi, Pemprov menang sehingga kemudian PT Margarana kasasi ke MA. Kasasi PT Margarana dikabulkan, sehingga Pemprov Bali mengajukan peninjauan kembali (PK) ke MA dan diterima sesuai putusan 591/PK/Pdt/2018 tertanggal 10 Agustus 2018,” ungkap Gubernur Bali Wayan Koster pada pertemuan di Desa Pemuteran, Minggu (3/9/2023).
Berdasarkan putusan MA tersebut, Gubernur Koster yang akan mengakhiri masa jabatannya pada Selasa (5/9/2023) memberikan 2 opsi, alternatif penyelesaian konflik agraria yang terjadi puluhan tahun melalui reforma agraria.
“Sesuai putusan MA, petani tidak mendapatkan hak apapun. Namun untuk menyelesaikan konflik agraria ini, Pemprov Bali membuat skema redistribusi lahan kepada petani, dimana ketentuannya dibuat Pemprov Bali,” tandasnya.
Skema 70 % petani dan 30 % Pemprov Bali yang disiapkan sangat realistis yakni redistribusi lahan seluas 85,76 hektar untuk warga penggarap, desa dinas, desa adat, kawasan pura, kuburan, fasilitas umum dan peternakan.
“Seluas 5 hektar untuk TNI dan pendistribusiannya diserahkan kepada Tim 13. Saya minta hari ini ada keputusan, petani atau warga menerima opsi yang ditawarkan, konsekuensinya jika menolak maka akan diambil sesuai putusan hakim termasuk eksekusi. Tawaran ini opsi terakhir, deadlinenya sampai besok, Senin 4 September 2023,” tegasnya.
Menyikapi opsi tersebut, Rasyid selaku Ketua Serikat Petani Suka Makmur menyatakan tidak ambil pusing terhadap deadline yang disampaikan Koster.
“Koster sebagai gubernur tidak bisa menunjukkan status kepemilikan bahwa lahan yang kami tempat merupakan aset Pemprov Bali. Silahkan tunjukkan bukti kendati hanya foto copy (sertifikat,red),” tukasnya.
Ia juga menyangsikan ancaman eksekusi jika petani dan warga menolak opsi yang ditawarkan Gubernur Koster.
“Bukan hanya tidak bisa menunjukkan sertifikat, apa yang dipaparkan Gubernur Koster banyak terdapat kejanggalan tidak sesuai fakta. Kami tetap menolak (opsi Gubernur Koster) karena tidak ada landasan hukumnya. Dan sekarang main gertak akan dilakukan eksekusi, silahkan saja kalau memang ada dasarnya. Tentunya, kami juga tidak akan tinggal diam, pasti melawan,” pungkasnya. (kar,dha)