BADUNG – Hampir semua nama tempat di Bali memiliki latar belakang unik. Kisah yang berkembang tentang nama tempat yang dalam cerita rakyat disebut legenda itu, selalu melekat dengan nama-nama tempat bersejarah di Bali. Kekayaan budaya lokal Bali inilah yang menarik perhatian Badan Informasi Geospasial bersama Asia South-East (ASE) Division dan United Nations Group of Experts on Geographical Names (UNGEGN).
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Muh Aris Marfai mengatakan, Bali memiliki keunikan karena di setiap nama tempat yang disematkan, selalu mengedepankan aspek budaya.
“Karena budaya adalah salah satu aspek penting dalam penamaan rupabumi,” kata Aris Marfai dalam keterangannya kepada media, usai pembukaan acara Pelatihan Toponimi Internasional di Kuta, Badung, Senin (19/6/2023).
Hal yang sama juga disampaikan Perwakilan Sekretariat UNGEGN Cecille Blake, yang menyatakan apresiasinya kepada Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Asia South-East (ASE) Division atas pelaksanaan pelatihan dan pemilihan Bali sebagai lokasi pelatihan toponimi. Menurutnya, pelatihan ini sangat cocok digelar di Bali karena banyak keunikan budaya dan sejarah yang dimiliki Bali.
Diketahui, Toponimi merupakan ilmu yang mempelajari tentang nama rupabumi. Peraturan Pemerintah No.2 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Nama Rupabumi menjelaskan bahwa nama rupabumi merupakan nama yang diberikan pada unsur rupabumi.
“Lebih sederhana kita mengenalnya sebagai nama tempat atau nama suatu lokasi. Penamaan suatu tempat seringkali memiliki latar belakang, sejarah, budaya tradisi maupun adat istiadat yang melekat pada suatu wilayah. Sehingga nama rupabumi dapat menjadi ingatan kolektif yang menghubungkan masyarakat dengan identitas sekaligus warisan budayanya,” jelas Ade Komara Mulyana, Kepala Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponimi, Badan Informasi Geospasial.
Pelatihan Toponimi Internasional yang digelar di Kuta ini, diikuti 132 peserta yang merupakan anggota UNGEGN. Pelatihan ini digelar pada 19-23 Juni 2023 dengan mengangkat tema utama “Geographical Names as Cultural Heritage” (Nama Geografis sebagai Warisan Budaya).
Pemilihan Bali sebagai lokasi pelatihan juga diapresiasi oleh Nor Zetty Akhtar Haji Abdul Hamid selaku Ketua Asia South-East (ASE) Division Brunei Darussalam. Menurutnya, pemilihan tempat pelatihan di Bali selaras dengan reputasi Bali sebagai salah satu ikon wisata di Indonesia, dengan keragaman budaya yang dimiliki dan penamaan rupabumi yang menyertainya.
Pelatihan juga mencakup sesi praktik lapangan dengan memanfaatkan aplikasi-aplikasi spasial untuk memberikan gambaran secara langsung kepada peserta mengenai cara melaksanakan pengumpulan nama rupabumi.
Para peserta pelatihan ini diharapkan memiliki pamahaman yang mendalam tentang pentingnya toponimi sebagai warisan budaya serta mengaplikasikan pengetahuan yang mereka peroleh dalam konteks pelestarian budaya, pengembangan pariwisata berkelanjutan dan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pemetaan dan penamaan tempat. (dha)