MANGUPURA – Sejumlah warga yang menamakan dirinya Forum Peduli Desa Adat Mengwi (FDAM), Kamis (16/2/2023) melakukan aksi pemasangan baliho dengan judul besar ‘Mengwi Menangis’. Pemasangan baliho yang berlangsung di dua tempat mendapat pengawalan ketat dari puluhan aparat keamanan.
Pemasangan baliho yang diiringi tabuhan baleganjur, pertama di Bencingah Puri Ageng Mengwi, kemudian berlanjut di Marga Tiga di Banjar Pengiasan. Baliho berwarna putih tersebut bertuliskan ‘Mengwi Menangis Bendesa Adat Mengwi Tidak Melaksanakan dan Menghormati Hasil Keputusan Paruman Agung Desa Adat Mengwi tanggal 15 Januari 2023. Oleh Sebab Itu Bendesa Diminta Untuk Mundur Dari Jabatannya’.
Koordinator Forum Peduli Desa Adat Mengwi Ngurah Gede Ardana mengungkapkan, pemasangan baliho dilakukan sebagai bentuk kekecewaan masyarakat atas kepemimpinan Bendesa Adat.
BACA JUGA : https://wartabalionline.com/2023/02/16/bendesa-adat-mengwi-semua-keputusan-paruman-sudah-dilaksanakan/
“Bendesa Adat tidak melaksanakan hasil Paruman Krama Desa Agung yang dilaksanakan 15 januari 2023. Dengan dasar itulah kami dari Forum Peduli Desa Adat Mengwi, memasang baliho suatu bentuk protes kami terhadap bendesa adat kami,” jelasnya.
Ngurah Ardana kemudian membeberkan sejumlah keputusan paruman yang menurutnya tidak dilaksanakan. Diantaranya, revisi sejumlah pasal dalam awig-awig belum juga dilaksanakan.
Kemudian banten atiwa-tiwa yang sudah ditentang dalam paruman oleh masyarakat, yang menginginkan kembali ke banten lama, serta tanah Pekarangan Desa Adat (PKD) yang ditempati oleh pihak Pegadaian belum diselesaikan. Padahal menurutnya Bendesa Adat telah berjanji akan membawa masalah ini ke ranah hukum.
Ditanya soal pasal dalam awig-awig yang dituntut untuk revisi, Ngurah Ardana menjelaskan keberatan atas batas usia pencalonan Bendesa Adat. Dimana dalam awig-awig disebutkan minimal 21 tahun dan maksimal 60 tahun.
“Ini kami keberatan, karena usia 60 tahun masih relatif muda. Kami menginginkan batas usia lebih, misalnya 70 tahun karena masih layak dan mampu menjadi Bendesa Adat,”katanya. Pasal lainnya, soal oli-olihan (penghasilan) prajuru adat. Dalam awig olih-olihan prajuru adat berdasarkan kebijakan Bendesa Adat. Semestinya menurut dia, ada persentase yang jelas untuk olih-olihan prajuru adat.
Bagaimana jika tuntutan tidak dipenuhi? “Yang jelas agar masyarakat tahu track record bendesa adat yang saat ini. Kalau tidak salah tanggal 20 Mei ini masa jabatannya berakhir. Jika akan mencalonkan diri, agar masyarakat tahu bagaimana kinerjanya selama ini,” pungkasnya. (lit,dha)
