KLUNGKUNG– Setiap pelaksanaan upacara adat di Bali,khususnya upacara Dewa Yadnya dan Manusia Yadnya, senantiasa membutuhkan hiasan kain dengan berbagai ragam model seni.
Upacara adat sudah menjadi keseharain orang Bali yang beragama Hindu. Upacara adat dalam skala besar umumnya dilaksanakan setiap enam bulan sekali seperti pujawali/odalan, Hari Raya Galungan. Ada juga yang dilaksanakan setiap satu tahun sekali seperti melasti, Nyepi, Ngusaba.
Rangkaian upacara tersebut, membutuhkan sarana prasarana salah satunya hiasan berupa kain maupun kelengkapan upacara terbuat dari kain. Sejak pandemi Covid-19 mereda, kegiatan adat tidak lagi dibatasi. Kondisi ini mendorong menggeliatnya pengerajin kain di Kabupaten Klungkung.
Baca juga : Dukung Pelayanan Disdukcapil Yang Optimal, Dewan Siapkan Anggaran Pengadaan Komputer
Desa Paksebali, Kecamatan Dawan merupakan salah satu sentra pengerajin kain seperti kerajinan kain beludru, kerajinan tedung. Kerajinan kain beludru dengan corak khas berisi lukisan warna emas, sejak lama diminati orang Bali baik untuk hiasan maupun untuk kelengkapan sarana upacara.
Sebab, kain beludru yang dilukis dengan warna emas menunjukkan hasil cipta seni bernilai tinggi. Kerajinan kain beludru ini bisa digunakan untuk kepentingan ider-ider, pedapa, tedung, saput bangunan.
Menurut penuturan salah seorang pengerjin kain beludru, Nengah Mudra, untuk pembuatan lukisan kain beludru tahapnya sampai empat proses. Pertama,mebuat pola menggunakan alat solder, mewarnai dengan warga emas, proses menjarit dan proses terakhir pemasangan pernak-pernik.
Baca juga : Bawaslu Tabanan Ajukan Anggaran Pilkada Serentak 2024 Rp10 M
“Yang paling sulit adalah proses membuat pola. Tidak boleh salah dalam membuat pola, kalau salah harus ganti kain. Makanya harus hati-hati dalam membuat pola,” kata Nengah Mudra ditemui di Desa Paksebali, Kamis (1/9/2022).
Untuk memudahkan dalam membuat pola, pengerajin biasanya menggunakan bantuan mal/sket tapi sifatnya masih kasar. Karena prosesnya agak sulit,kata Nengah Mudra harga kerajinan kain beludru sedikit mahal dibandingkan dengan kerajinan kain lainnya.
“Syukurnya, sejak setahun ini order mulai banyak, sejak pandemi mulai mereda,” kata Mudra.
Pengerajin kain lainnya, Anak Agung Oka menyampaikan hal serupa,pengerajin kain di Desa Paksebali mulai menggeliat setelah sempat lama sepi order karena dampak pandemi Covid-19.
“Kalau masih pandemi semua kegiatan dibatasi termasuk kegiatan adat. Sehingga berdampak pada produksi kerajinan kain. Sekarang (kegiatan masyarakat) sudah mulai dibuka. Kegiatan Dewa Yadnya hampir semua pakai kain perhiasan. Sejak dilonggarkan produksi mulai meningkat. Apalagi sekaang ini musin orang ngaben,musim odalan,” tandas Anak Agung Oka.
Pengerajin kain di Desa Paksebali memasarkan hasil karyanya tidak saja di pasar-pasar seni di Bali juga sudah merambah ke luar pulau seperti Lombok, Sulawesi, Lampung,Sumatra.
Harga lukisan kain beludru berpariasi, mulai Rp125 ribu per meter hingga Rp150 ribu per meter tergantung kualitas kain dan jenis lukisan yang dipesan. Sejalan dengan meningkatnya pesanan, beberapa bahan hargana mulai meningkat.
“Terutama bahan-bahan impor seperti pernak-pernik mute itu didatangkan dari luar.Harganya naik sampai 30 persen.Tapi kami belum berani menaikkan harga jual karena masih tahap pemulihan,” demikian Anak Agung Oka. (yan)
