KLUNGKUNG– Dalam Peningkatan Pemahaman terhadap peraturan dan produk hukum pemilu guna mengembangkan pengawasan partisipatif, Bawaslu Klungkung mengundang para stakeholder dalam rapat sosialisasi dan Implementasi Peraturan Bawaslu dan Produk Hukum Non Peraturan Bawaslu, Selasa (23/8/2022) diruang rapat kantor setempat.
Hadir dalam rapat itu anggota Bawaslu Bali pengampu divisi Hukum, I Ketut Rudia, para stakeholder Bawaslu Klungkung yakni, Kepala Bidang Politik dan Sosialisasi Badan Kesbangpol (Kesatuan Bangsa dan Politik) Kabupaten Klungkung, Bendesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Klungkung, I Dewa Made Tirta, Saka Adiyasta Klungkung, Ngakan Made Kasub Sidan Dan Ngakan Made Mintu.
Ketut Rudia saat didaulat memberikan arahan saat rapat tersebut menegaskan, dalam pemahaman produk hukum Bawaslu maupun non produk hukum Bawaslu, ada isu krusial yang patut dicermati yakni status jabatan lainnya, seperti yang tertuang pada PKPU Nomor 4 Tahun 2022 Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Tentang Pendaftaran, Verifikasi Dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Stafsus Eka Wiryastuti Divonis 18 Bulan Penjara
“Verifikasi administrasi terhadap keanggotaan partai politik yang berpotensi tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) huruf c, dilakukan untuk membuktikan tidak terdapat anggota partai politik yakni a. berstatus sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Aparatur Sipil Negara, Penyelenggara Pemilu, Kepala Desa, atau jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan,”tegas Rudia.
Lebih jauh dijelaskan Rudia, jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan adalah seperti yang tertuang dalam UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 51 huruf g, bahwa perangkat desa dilarang menjadi pengurus partai politik. Yang termasuk dalam perangkat desa (Pasal 48) terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan dan pelaksana teknis. Termasuk didalamnya adalah BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang tercakup didalamnya. Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, Pasal 22 ayat (1) Anggota Direksi dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif calon kepala/wakil kepala daerah atau kepala/wakil kepala daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2022 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 Tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, Dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara, Pasal 55 ayat (1) Anggota Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang menjadi pengurus partai politik dan/atau calon/anggota legislatif calon kepala/wakil kepala daerah atau kepala/wakil kepala daerah.
Winarya Dilantik, Narta Ketua Bawaslu Tabanan
“Lalu bagaimana dengan posisi MDA (Majelis Desa Adat) yang sekarang ini sudah menjadi subyek hukum dalam struktur pemerintahan Provinsi Bali, “ujar Rudia
Ditegaskannya, sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 18 tahun 2018 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa Pasal 8 ayat (5), bahwa Pengurus LKD dilarang merangkap jabatan pada LKD lainnya dan dilarang menjadi anggota salah satu partai politik.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat Di Bali Pasal 32 juga menyebutkan Prajuru Desa Adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dilarang: a. melanggar Awig-Awig dan/atau Pararem; b. membuat keputusan yang menguntungkan pihak tertentu dengan merugikan kepentingan umum; c. menyalahgunakan tugas, kewajiban, dan wewenang; d. melakukan tindakan yang meresahkan Krama di Desa Adat; dan e. menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi terlarang.
“Jika Prajuru Desa Adat dinilai berpolitik praktis seperti menjadi anggota atau pengurus parpol, maka dikhawatirkan segala aktivitas pelayanan publik yang dilakukan menjadi tidak netral dan berpotensi melanggar Pasal 32 Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat,”pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Dewa Made Tirta selaku Bendesa Madya Majelis Desa Adat Kabupaten Klungkung, menjelaskan Majelis Desa Adat dari tingkat Provinsi sampai Kabupaten dan Kecamatan merupakan satu kesatuan Desa Adat menurut tingkatannya. Posisi Majelis Desa adat pada pemilu tahun 2024 nanti sudah jelas dibatasi oleh Perda Nomor 4 tahun 2019 dan dipertegas lagi dengan Pergub Nomer 4 tahun 2020, MDA juga mempunya AD/ART (Agaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) dam terakhir ada Kode etik MDA yang harus ditaati.
“Bahwa salah satu syarat menjadi prajuru Desa Adat adalah tidak sedang menjadi pengurus atau anggota aktif dari partai politik, ini syarat penting bukan syarat mutlak”ungkapnya
Menurutnya, akibat adanya syarat penting namun tidak mutlak itulah yang menyebabkan adanya perbedaan antara Desa Adat yang satu dengan yang lainnnya. Karena tidak mutlak syarat untuk menjadi pengurus Desa Adat harus tidak menjadi pengurus atau anggota aktif partai politik. Selanjutnya menyinggung tentang perjanjian kerjasama dengan Bawaslu dalam bidang peningkatan pengawasan partisipasif oleh masyarakat, ia mengaku siap melakukan sosialisasi di lingkungan Desa Adat sekaligus sebagai upaya pencegahan terhadap potensi pelanggaran yang dapat terjadi. (*/yan)