KUTA – Setelah sukses terlaksana melalui kompetisi film pendek dan dokumenter pada tahun 2021, BaliMakãrya Film Festival kembali digelar pada tahun ini. Bahkan cakupannya bukan lagi hanya nasional, melainkan sudah internasional, khususnya regional Asia Tenggara.
BaliMakãrya Film Festival 2022 dijadwalkan berlangsung selama lima hari, yaitu dari tanggal 16 hingga 21 Oktober 2022 nanti.
Rangkaian kegiatannya, adalah berupa kolaborasi seni dalam lima bidang utama. Yakni film, musik, sastra, teater, serta keunikan nilai-nilai budaya sebagaimana lima fenomena unsur alam semesta yang berkaitan langsung dengan lima jari manusia pada tangan dan kaki.
Mendukung kegiatan itu, Direktur Perfilman Musik dan Media (Direktur PMM) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Ahmad Mahendra menegaskan, kementerian memiliki komitmen kuat untuk senantiasa mendukung berbagai festival inisiatif komunitas. Karena menurut dia, itu sekaligus sebagai bentuk apresiasi kepada karya anak bangsa.
Film, kata dia, adalah salah satu hasil cipta rasa dan karsa. Bukan semata menjadi upaya pemenuhan kehidupan, melainkan pula daya kekayaan manusia. Film memiliki peran penting, mulai dari sebagai media hiburan, penggerak ekonomi, pariwisata, dan juga sosialisasi isu-isu kehidupan sosial.
“BaliMakãrya yang selama dua tahun ini telah berhasil menggeliatkan kembali sineas Indonesia agar terus meningkatkan kualitas, sehingga mampu bersaing. Tidak hanya di tingkat nasional, tapi juga internasional,” sebutnya Rabu (27/7/2022), sembari menegaskan bahwa segala upaya dalam memajukan dunia perfilman, menjadi hal yang perlu mendapat dukungan.
Mengingat film juga merupakan salah satu bentuk kesenian yang terbilang paling mudah diterima oleh masyarakat.
Sementara itu, sebagai Dewan Pengarah sekaligus pendiri dan penggagas Tommy F Awuy menuturkan, BaliMakãrya Film Festival pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan apresiasi dan melahirkan profesional-profesional di bidang film.
Selain itu, BaliMakãrya juga ingin menjadikan Bali sebagai sentra (hub) atau kiblat yang ideal untuk festival-festival film, khususnya di Asia Tenggara.
“Penting juga disampaikan bahwa sebutan Bali dalam hal ini bukan saja bermakna sebagai teritori administratif Provinsi Bali dan bukan pula representasi dari suku bangsa Bali. Tetapi Bali adalah perwakilan dari satu ‘kesatuan rasa’ berkebangsaan Indonesia dan warga dunia. Memasuki masa pasca pandemi Covid-19, sudah saatnya Bali sebagai satu ‘kesatuan rasa’ mulai melangkah bergerak untuk menghasilkan karya yang laik dipersembahkan untuk kemanusiaan dan lingkungan,” pungkasnya.
Untuk diketahui, tahun ini BaliMakãrya Film Festival mengusung visi sebuah karya apapun itu, seyogyanya berorientasi pada kemanusiaan, lingkungan hidup, dan kebudayaan.
Tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan martabat manusia Indonesia dan dunia, ditopang oleh lingkungan hidup yang berkualitas dan sehat.
Kedepannya, BaliMakãrya Film Festival diupayakan menjadi sebuah acara yang inklusif dengan melibatkan banyak komunitas film dan lainnya. Dengan demikian, akan sekaligus menjadi wadah untuk mengembangkan potensi anak-anak muda untuk belajar media audio dan visual. (adi,dha)