KLUNGKUNG-Dua tersangka kasus dugaan korupsi LPD Desa Adat Ped, Kecamatan Nusa Penida, IMS dan IGS
menjalani pemeriksaan di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Klungkung, selama tiga setengah jam, Senin (6/12/2021).
Pemeriksaan berlangsung sejak pukul 12.00 wita hingga pukul 15.30 wita. Usai menjalani pemeriksaan, kedua tersangka keluar dari ruang penyidik, menggunakan rompi tahanan dan kedua tangan sudah diborgol. Wajah keduanya kelihatan tegang.
Sekitar pukul 15.46 wita, kedua tersangka
masuk ke mobil tahanan, Kejaksaan Negeri Klungkung. Penahanan kedua tersangka, sementara dititip di ruang tahanan Polsek Klungkung.
Menurut Pelaksana Harian (Plh) Kasi Pidsus Kejari Klungkung Obet Riawan, penyidik mengkhawatirkan kedua tersangka melarikan diri dan mengulangi perbuatan pidana. Kedua hal tersebut menjadi alasan penahanan kedua tersangka.
“Keduanya hari ini kami tahan selama dua puluh hari kedepan. Adapun alasan penahanan kedua tersangka, karena dikhawatirkan melarikan diri, menghikangkan barang bukti dan mengulangi perbuatan yang sama,” tandas Obet Riawan bersama Kasi Intelijen Erfandy Rachman Kurnia.
IMS selaku ketua LPD dan IGS, salah seorang pengurus LPD bertugas di bagian kredit. Keduanya dijerat dengan pasal berlapis, primer pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Serta subsider pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Dari hasil penghitungan kerugian negara yang dilakukan oleh pihak Inspektorat Kabupaten Klungkung, penyidik menemukan kerugian sebesar Rp 4,421miliar lebih.
Bentuk penyimpangan itu diantaranya, dana pensiun kepada pegawai. Dana pensiun itu seharusnya diberikan setelah pegawai memasuki masa purna tugas. Tapi realitanya, dana pensiun itu diberikan sebelum pegawai memasuki masa pensiun dan dibayarkan setiap bulan. Penyimpangan lainnya, pemberian komisi kepada pegawai yang tidak sesuai ketentuan.
Pemberian tunjangan kesehatan menyalahi aturan, biaya tirtayatra dan biaya outbound. Termasuk biaya promosi yang seharusnya dicairkan sesuai peruntukan malah diduga dana itu dibagi-bagi. Termasuk penyidik menemukan ada pemberian kredit karyawan LPD Ped beserta keluarganya, dengan suku bunga dibawah standar.
Penyidik juga menemukan ada kredit macet mencapai Rp 2,5 miliar. Kredit macet ini modusnya pemberian kredit topengan yakni kredit menggunakan nama tertentu tapi digunakan oleh orang lain. (yan)