Salah satu penampilan seniman Bali (Ist)
DENPASAR – Sukses pada penyelenggaraan perdananya di tahun 2019, tahun 2020 ini Pemerintah Provinsi Bali kembali menggelar Festival Seni Bali Jani (FSBJ) II. Meski ditengah wabah pandemi yang kini tengah melanda dunia, Pemerintah Provinsi Bali berupaya agar tetap bisa memberi ruang berkarya pada pegiat-pegiat seni khususnya sastra di Bali.
Tentunya hal tersebut seperti memberi angin segar bagi para seniman di Bali, sebab pandemi yang terjadi saat ini telah banyak merenggut kebebasan mereka dalam berkarya, utamanya para seniman yang menggantungkan mata pencahariannnya dalam berkesenian pastinya mengalami dampak yang signifikan. Sehingga dengan diselenggarakannya FSBJ ke II tahun ini, produktivitas seniman untuk berkarya bisa terus terjaga.
Pada tahun 2020 ini FSBJ yang ke II mengambil tema ‘Candika Jiwa: Puitika Atma Kerthi’, yang bermakna semesta kreativitas terkini dalam ‘mencandikan’ jiwa, spirit, taksu, maupun ide-ide cemerlang. Tema ini diharapkan mampu memberi suntikan semangat pada para seniman untuk terus berkarya di tengah situasi yang kurang mendukung saat ini, menempatkan jiwa dan ide-ide cemerlang mereka di puncak tertinggi demi bisa terus bertahan di masa pandemi.
Berbeda dengan gelaran FSBJ pertama yang seluruh agendanya ditampilkan di Taman Budaya, Art Centre, untuk FSBJ ke II Tahun 2020 mengambil konsep baru. Mengusung tagar utama #BaliArtsVirtual, semua bentuk pementasan disajikan dalam media virtual dengan memanfaatkan kanal Youtube Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Adaptasi cara berkesenian ini tentu sebuah solusi yang dihadirkan pemerintah guna memberi ruang para seniman untuk berkarya tanpa terbatas ruang dan waktu namun tetap aman ditengah pandemi.
Menampilkan sebuah karya seni secara virtual dapat diklasifikasikan menjadi 2, tampil secara siaran langsung (live streaming) atau dengan format proses perekaman (taping). Menampilkan sebuah garapan seni dalam bentuk virtual tentu bukanlah perkara mudah. Seniman dituntut bekerja lebih keras lagi mengemas karyanya. Tak hanya memikirkan sekadar konsep penggarapan karya, seniman juga mesti memikirkan sisi sinematografi dari karyanya, terutama pada penampilan seni yang melalui proses perekaman.
Hal ini tentu membutuhkan kreator video yang mampu mengemas karya tersebut menjadi lebih apik dan memanjakan mata penontonnya. Sehingga meskipun hanya menonton memalui media digital, penonton dapat merasakan kepuasan seperti menonton secara langsung di depan panggung. Sehingga ini sebuah tantangan bagi para seniman yang akan menampilkan karyanya pada FSBJ ke II ini.
Ambil contoh sebuah penampilan seni teater. Jika tampil diatas panggung, penempatan posisi para pemeran harus disesuaikan dengan kondisi panggung yang ada, sehingga pemblokiran setiap adegan menjadi rapi dan enak disaksikan. Namun ketika tampil secara virtual dengan sistem taping atau perekaman, hal ini harus disiasati oleh si perekam gambar guna mencari sudut-sudut terbaik tanpa mempengaruhi seluas apa areal panggung yang digunakan, karena pada akhirnya akan diramu lagi saat memasuki proses pengeditan.
Tampil dengan bentuk virtual pun memiliki keuntungan bagi seorang seniman. Ia tidak perlu takut untuk salah saat mementaskan karyanya, sebab karya yang diambil dalam bentuk perekaman video akan melalui proses editing, sehingga karya tersebut masih bisa dikoreksi atau disunting lagi secara berulang hingga sang seniman memperoleh titik kepuasan akan karya yang akan ia sajikan nanti.
Hal ini tentunya berbeda dengan tampil diatas panggung dan ditonton banyak orang. Seniman dituntut benar-benar siap untuk tampil, karena pementasan yang dilakukannya disaksikan langsung oleh penonton dan itu hanya bisa dilakukan sekali. Tentu jika terjadi kesalahan saat mereka tampil akan mempengaruhi penilaian penonton atas karya yang disajikan oleh seniman tersebut.
Terlepas dari kekurangan dan kelebihan menampilkan karya seni secara virtual, keputusan pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan untuk tetap menyelenggarakan Festival Seni Bali Jani di tengah pandemi patut di apresiasi. Sebab keadaan saat ini telah membuat seniman kehilangan ruang untuk berekspresi, dan festival ini diharapkan mampu menjadi pelecut semangat seniman untuk terus berkarya sesulit apapun keadaan yang dihadapi saat ini. (Penulis: I Made Satria Dwi Arta)