DENPASAR – Pemerintah Provinsi Bali melalui inovasi Rumah Sakit Mata Bali Mandara (RSMBM) berhasil masuk ke dalam 15 (lima belas) besar pada ajang Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Tahun 2020 yang diselenggarakan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPANRB). Untuk menuju ke Top 5 atau 5 (lima) besar, maka tadi pagi Senin (13/7/2020) Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati secara langsung via Zoom Meeting mempresentasikan Inovasi RSMBM dengan judul “Kami Datang Penglihatan Terang”.
Dalam presentasi kepada tim penilai yang berdurasi 7 menit tersebut, Wagub Cok Ace menyampaikan bahwa sesuai dengan visi Pemerintah Provinsi Bali yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali, melalui pola pembangunan semesta berencana, program inovasi tersebut dilaksanakan dengan memberikan pelayanan pengobatan gratis kepada masyarakat, khususnya masyarakat miskin yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan serta dengan cara menjemput bola. Selain itu, Latar belakang munculnya inovasi tersebut juga dari didapatkannya data bahwa tahun 2007 prevalensi kebutaan Indonesia sebesar 0,9% tertinggi di Asia Tenggara dan lebih tinggi dari prevalensi global 0,7%.
Angka prevalensi kebutaan di Provinsi Bali juga lebih tinggi dibandingkan Indonesia, yaitu sebesar 1% dengan penyebab utama adalah katarak senilis (80%). Bertitik tolak dari kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Bali berusaha untuk mengatasi penderitaan masyarakat melalui program inovatif yaitu “Kami Datang Penglihatan Terang”.
Melalui beberapa permasalahan tersebut, maka RSMBM melakukan beberapa strategi. Pertama, melalui Pemberdayaan masyarakat, dengan memberi pelatihan dan melakukan kolaborasi dengan TP PKK, Mahasiswa yang sedang melaksakan kegiatan PKL dan Kuliah Kerja Nyata di masyarakat, serta Siswa sekolah dalam hal penjaringan pasien yang dicurigai menderita katarak dengan teknik hitung jari dalam jarak 3 meter. Masyarakat yang dicurigai mengalami kebutaan akan didata dan dilaporkan ke RS Mata Bali Mandara melalui puskesmas setempat. Kedua; dengan mendekatkan pelayanan kesehatan mata ke masyarakat berupa kegiatan skrining katarak dan operasi katarak menggunakan Mobile Eye Clinic (bus Operasi). Selanjunya, juga dilakukan pola pendekatan strategis, yaitu membentuk Komite Mata daerah melalui SK Gubernur, advokasi lintas sektor/program, kemitraan dan kolaborasi dengan masyarakat, PKK, LSM dan swasta dan juga peran serta mahasiswa melalui kegiatan KKN dan siswa sekolah melalui kegiatan UKS.
Selanjutnya Wagub Cok Ace menyampaikan, dari pelaksanaan inovasi tersebut, terdapat beberapa hasil yang sudah dicapai. Menurunnya angka kebutaan dari 1 % menjadi 0,3% ; Cataract Surgical Coverage Bali tertinggi di Indonesia 82,7%, sedangkan di Indonesia 50,1% ; 87.8% penderita telah mengalami perbaikan penglihatan. Sedangkan WHO menstandarkan perbaikan penglihatan pasca operasi katarak diatas 80%; Meningkatnya Cataract Surgery Rate di Provinsi Bali, yaitu 1.020,6 per 1 juta penduduk tahun 2010 menjadi 1.746 per 1 juta penduduk pada tahun 2018; Meningkatnya jumlah layanan luar gedung dari 1.353 di tahun 2010 menjadi 2.109 di tahun 2019.
“Bapak Ibu tim penilai, untuk diketahui bahwa Inovasi ini telah diadopsi oleh beberapa daerah lain baik dari sisi ide, metode, maupun teknologinya. Pada tahun 2018 RSMBM mendapat undangan sebagai narasumber dalam ajang transfer inovasi berskala internasional yaitu The International Public Service Forum 2018 serta diikutkan dalam Pameran Indonesia Melayani di Surabaya dan Solo sebagai ajang transferabilitas inovasi tingkat nasional,” tuturnya.
Wagub Cok Ace menyampaikan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, RSMBM melakukan beberapa langkah antara lain dengan perluasan layanan keluar pulau dan Provinsi dengan memberikan pelayanan operasi katarak di Nusa Penida. Bekerjasama dengan Perdami dan CSR melakukan operasi katarak ke NTT, Situbondo dan Lombok tengah. Pengembangan layanan kesehatan mata untuk anak sekolah, dan skrining Retinopati Diabetik karena dari hasil survey yang mengambil beberapa sampel 87% anak-anak sekolah mengalami gangguan penglihatan dan hal ini juga menjadi fokus penanganan dalam inovasi tersebut.
Dari presentasi tersebut dapat disumpulkan, keberhasilan inovasi berbanding lurus dengan komitmen pimpinan serta keberanian untuk melakukan reformasi pelayanan. Adanya sinergitas terbangun dengan melibatkan banyak unsur di masyarakat. Kebutaan katarak tidak akan pernah habis, karena Bali berada di daerah katulistiwa dengan prevalensi katarak cukup tinggi. Kedepan hal tersebut perlu diintegrasikan dengan kegiatan Pos Binaan Terpadu dalam deteksi dini kebutaan. Dengan berkembangnya teknologi informasi 4.0, sistem pencatatan dan pelaporan akan dikembangkan agar dapat mencakup seluruh lapisan masyarakat dengan aplikasi SIGALIH (Sistem Informasi Gangguan Penglihatan). (arn)