DENPASAR – Papah gemelo atau selepahan (daun kelapa) di Bali selama ini dipakai bahan sesajen dan juga anyaman “kisa” atau wadah yang bentuknya khas. Hanya, kerajinan tradisional ini belum menemukan pasang pasar yang bagus.
Di tangan perupa dan kurator seni rupa Made Bakti Wiyasa, kerajinan anyaman kisa “disulap” menjadi produk tas cantik dan unik. “Kita mencoba memodifikasi dan merevitalisasi agar menjadi produk unggulan. Keunggulan lainya yaitu ramah lingkungan dan dikerjakan masyarakat atau komunal seperti pemuda desa, petani sayur dengan harapan membuka lapangan kerja baru di tengah pandemi ini,”kata Bakti Wiyasa yang ditemui di Denpasar, Senin (22/6/2020).
Kreativitas itu berangkat dari lesunya aktivitas melukis serta menggarap sektor seni kreatif pertanian di desanya akibat pandemi Covid-19. “Kami bersama Pemanis Heritage di desa memfasilitasi produksi dan menyalurkan ke pasar dalam upaya menggairahkan ekonomi kreatif pedesaan,”ujar Bakti yang juga pembina Penggak Men Mersi Kesiman ini.
Keunggulan potensi lokal itu dipasarkan melalui sinergi antardesa adat dalam konsep saling memenuhi kebutuhan krama di masing-masing desa adat dengan LPD sebagai fasilitator dalam aspek keuangan. Bak gayung bersambut, kisa akhirnya disambut positif oleh pasar. “Kami mendapat tawaran menyediakan paket kebutuhan pokok sembako berupa produk sayuran yang dikemas dengan kisa untuk krama di Desa Adat Kedonganan,”ungkap pria asal Desa Pemanis, Tabanan ini.
Kerjasama antardesa membawa harapan baru khususnya bagi petani sayur. Sebab, pangsa pasar sayur di tingkat petani selalu ada ketimpangan dari segi pendapatan.” Bersama LPD Kedonganan, kami memerima tawaran pembuatan 700 kisa dan orderan sayur hampir 2,2 ton. Kami melibatkan 25 petani sayur yang sebagian besar sudah usia lanjut dan mereka sangat senang serta bersemangat, “imbuhnya.
Terkait produksi dikerjakan di tiga desa adat yaitu Desa Adat Pemanis, Desa Adat Keraton dan Desa Adat Cacap Jangkahan, Tabanan. ” Harapan kami, dan petani khususnya, ada skema terciptanya pasar yang jelas dan berkelanjutan sehingga petani di masa pandemi ini tetap bertahan bahkan mampu membuka ruang kreativitas baru untuk melahirkan gagasan kreatif dalam menopang kekuatan ekonomi desa adat di Bali pada umumnya,”harapnya. (sur)