BADUNG – Menko Kumham, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra kembali angkat bicara soal transfer of prisoners atau pemindahan narapidana narkotika kelompok ‘Bali Nine’ ke Australia dan Mary Jane ke Filipina.
Yusril Ihza Mahendra menegaskan, transfer (pemindahan) terpidana kasus narkotika ke negara asalnya bukan dilihat dari tindak pidana yang dilakukan, tetapi masa penahanan.
“Saya tegaskan kita tidak melihat kasusnya, tetapi kita melihat beratnya hukuman dan itulah yang diminta oleh negara-negara itu. Yang diminta itu adalah mereka yang dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dan mereka yang dijatuhi hukuman mati untuk dikembalikan. Kalau misalnya ada orang asing hanya nyopet di sini, dihukum satu bulan, ya buat apa dia dikembalikan ke negaranya,” ujar Yusril Ihza Mahendra seusai membuka Rakernas Peradi di Jimbaran, Kamis (5/12/2024).
Yusril kembali menyampaikan, Indonesia tetap tegas memerangi narkotika. Bahkan, sepanjang sejarah, Presiden RI tidak pernah memberikan grasi dalam kasus narkotika, apalagi narapidana dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup.
“Jadi kalaupun Bali Nine itu nanti mau ditransfer ke Australia itu bukan kita membebaskan mereka. Mereka tetap menjalankan hukumannya itu di Australia. Berdasarkan putusan pengadilan kita yang harus diakui oleh Pemerintah Australia dan dihormati bahwa nanti Gubernur Jenderal Australia mau memberikan grasi, mau memberikan amnesti, mau memberikan amnesti terbatas, itu sepenuhnya adalah kewenangan mereka,” ujarnya.
“Jadi, kita tidak pernah membebaskan kasus narkoba dengan hukuman mati dan hukuman seumur hidup. Jadi jangan salah paham. Kita men-transfer dalam keadaan status sebagai narapidana kembali ke negara yang bersangkutan dan nanti tugas mereka membina narapidana itu. Tapi kita tetap mempunyai akses untuk memantau apa yang terjadi dengan narapidana yang kita kembalikan,” imbuhnya.
Perjanjian ini akan menjadi dasar atau rujukan secara politik dan hukum bagi kedua negara.
“Artinya, kalau nanti suatu saat kita meminta orang Indonesia yang dipenjarakan di Australia atau di Filipina dikembalikan, maka Pemerintah Filipina, Pemerintah Australia juga wajib mempertimbangkan permintaan kita itu. Jadi saya kira kita cukup fair dan cukup adil,” ujarnya.
Menurut Yusril, draf soal trasnfer terpidana mati kasus Bali Nine ke Australia dan Mary Jane ke Filipina sudah dikirim.
“Kalau disetujui kami proses. Tapi kalau minta supaya orang itu diampuni di sini, dibebaskan, lalu dipulangkan, itu kami tidak dapat memenuhinya. Karena kita tidak pernah mengampuni atau memberikan grasi terhadap kasus Narkotika. Bukan hanya pada orang asing, warga negara kita sendiri saja kita tidak pernah kasi ampun, masa kita mau memberikan grasi pada warga negara asing. Kita pulangkan dalam status sebagai narapidana, nanti terserah pemerintah disana, mau kasi grasi, mau kasi amnesti, silahkan,”jelasnya.
Disinggung kemungkinan pemindahan dilakukan sebelum Natal, Yusril menegaskan tergantung tercapainya persetujuan.
“Tergantung kesepakatan atas draf yang diserahkan ke pemerintah Australia,”tandasnya. (dum)