DenpasarLingkunganNasionalTerkini

Strategi DKI Jakarta Menangani Banjir Melalui Pendekatan NBS

Studi Tiru Penataan Aliran Sungai dan Mengatasi Persoalan Banjir di DKI Jakarta 

JAKARTA – Bali sebagai daerah tujuan wisata dunia internasional, selalu menjadi sorotan pada musim hujan. Bagaimana tidak, daerah-daerah tujuan wisata terutama Denpasar dan Badung selalu menjadi langganan banjir.

Seperti di kawasan di jalan Nakula Kuta dan sekitarnya menjadi genangan banjir apalagi air sungai Tukad Mati sampai meluap. Dalam upaya mengatasi persoalan air sungai dan banjir di Bali Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Bali bersama Forum Wartawan Dewan (Forward) DPRD Provinsi Bali melakukan kegiatan studi tiru ke DKI Jakarta, sejak 21-24 Agustus 2024.

Ibukota Negara Jakarta ini menjadi pilihan studi tiru melihat keberhasilannya melalui Dinas Sumber Daya Air dan Sungai DKI Jakarta mengatasi persoalan banjir melalui penataan aliran sungai, pembangunan folder dan pembangunan waduk sebagai penampungan air saat hujan lebat.

Rombongan Sekretariat DPRD Bali dipimpin oleh Kadek Putra Suantara, Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Bali, serta didampingi anggota forum wartawan DPRD Bali. Rombongan diterima oleh Kepala Pusat Data dan Informasi Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Nugraha Riyadi. Dalam pertemuan tersebut menjelaskan berbagai upaya yang telah dilakukan sejak tahun 2020 mengatasi persoalan banjir dan tahun 2023 sudah terlihat hasilnya.

Menurutnya mengatasi persoalan banjir di DKI Jakarta memang sangat sulit terlebih lagi permukaan air laut lebih tinggi dari daratan di Jakarta, akibat tanah di DKI mengalami penurunan terutama di Jakarta Utara dan inilah menyebabkan terjadinya air rob.

Selain itu, adanya perubahan tata guna lahan yang cepat di Jakarta, ditambah dengan pertumbuhan populasi penduduk dan pembangunan yang pesat, membuat tantangan penanganan banjir semakin kompleks.

Dijelaskannya wilayah DKI Jakarta dilalui oleh 13 aliran sungai dari hulu bermuara di ibu kota Jakarta. Namun, pengelolaan sungai-sungai ini sebagian besar masih berada di bawah kewenangan pemerintah pusat.

“Pemerintah daerah DKI Jakarta hanya berwenang untuk mengelola dan mengeruk lumpur di sungai,”katanya.

Nugraha Riyadi mèngatakan di tahun 2020 wilayah rukun warga (RW) yang terdampak banjir mencapai 925 RW, menurun menjadi 357 di tahun 2023. Dalam pertemuan tersebut, Nugraha Riyadi menyebutkan tantangan ini masih jauh dari penyelesaian.

Strategi pemerintah DKI Jakarta dalam menangani banjir ada tiga tahapan. Pada prabanjir, saat banjir, dan pascabanjir.

“Di tahap prabanjir, mereka melakukan pengurasan dan pengerukan waduk, serta perawatan pompa dan pompa mobile. Saat banjir melanda, pompa-pompa ini dioperasikan untuk mengendalikan air,”katanya.

Sementara setelah banjir surut, berbagai pihak terkait bergotong royong membersihkan sisa-sisa banjir.

“Untuk pengendalian banjir di DKI Jakarta, kita menerapkan pendekatan Nature-Based Solutions (NBS) untuk pengendalian banjir, sebuah solusi yang mengembalikan pengelolaan air ke tangan alam,”ujarnya.

BACA JUGA:  Hampir Sebulan Dilantik, DPRD Buleleng Belum Punya Fraksi dan Pimpinan Difinitif

Pendekatan yang kembali ke alam, sudah saatnya NBS diterapkan dalam proyek-proyek infrastruktur. Pemprov DKI Jakarta juga telah memiliki peta jaringan saluran drainase yang lengkap. Jakarta bahkan menggunakan sistem polder, sebuah cara untuk memompa genangan air agar bisa dibuang ke laut.

Seusai pertemuan Kasubag Tata Kepegawaian, Humas, Protokol Sekretariat DPRD Bali Kadek Putra Suantara menyampaikan harapannya agar studi tiru ini menjadi masukan berharga bagi Bali dalam menata aliran sungai dan menangani banjir, meski ancaman banjir di Bali tidak sebesar di Jakarta.

Kadek Putra Suantara mèngatakan di beberapa daerah perkotaan seperti Denpasar dan Badung, banjir masih menjadi persoalan yang perlu diantisipasi dengan serius, mengingat ada beberapa titik di mana banjir kerap terjadi setiap tahun.

Kadek Putra juga menegaskan air sangat penting bagi kehidupan masyarakat, apalagi sungai yang bisa menjadi sumber bahan baku air minum dan kebutuhan air untuk pertanian dan lain-lain. Alam ini harus tetap dijaga dan di Bali sesuai konsep Tri Hita Karana. Apalagi di Bali sedang berkembang pariwisata berbasi air dan sungai.

“Kami berharap pengelolaan sungai dan penanganan banjir di Bali bisa lebih optimal,”pungkasnya. (arn)

Back to top button