Deflasi dipicu menurunya harga bawang, tomat, buncis akibat panen raya di sejumlah wilayah penghasil sayur mayur di Bali.
DENPASAR – Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Juni 2024 secara bulanan cenderung menurun sehingga mengalami deflasi sebesar -0,55% (mtm), lebih dalam dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm).
Secara tahunan, inflasi Provinsi Bali menurun dari 3,54% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 2,71% (yoy) atau kembali ke kisaran target 2,5% ± 1%. “Inflasi Bali yang kembali terjaga dapat terwujud sebagai hasil dari terus berlanjutnya kolaborasi dan sinergi Tim Pengendalian Inflasi Daerah, baik di tingkat provinsi Bali maupun kota/kabupaten,” kata Kepala Perwakilan BI Provinsi Bali Erwin Soeriadimadja , Kamis (4/7/2024).
Dikatakan, Inflasi yang terjaga terjadi di seluruh kota sampel inflasi. Secara spasial, Tabanan mengalami deflasi paling dalam yaitu sebesar -1,09% (mtm) atau 1,96% (yoy), diikuti Badung deflasi sebesar -0,63% (mtm) atau 2,75% (yoy), Singaraja deflasi sebesar -0,53% (mtm) atau 2,14% (yoy), dan Denpasar deflasi sebesar -0,32% (mtm) atau 3,18% (yoy).
“Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau menjadi penyumbang deflasi utama pada Juni 2024. Sementara, berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga bawang merah, tomat, sawi hijau, kubis, dan buncis,” ungkapnya.
Erwin menambahkan, penurunan harga bawang merah dan tomat didorong oleh peningkatan pasokan sejalan dengan panen raya di berbagai sentra produksi di Bali seperti wilayah Songan dan Kintamani, serta dari luar Bali terutama Bima NTB. Penurunan harga sawi hijau terjadi seiring dengan panen yang terjadi di wilayah Bengkel dan Bedugul. Penurunan harga komoditas pangan ini sesuai dengan harga historis ketika panen raya.
Sementara itu, laju deflasi yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga cabai rawit, beras, minyak goreng, bahan bakar rumah tangga, dan parfum. Kenaikan harga cabai rawit terjadi akibat pasokan yang belum kembali normal. Sedangkan harga beras mengalami kenaikan akibat telah usainya masa panen raya.
Erwin mengingatkan, pada Juli 2024, terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai, seperti potensi kenaikan biaya pendidikan sehubungan dengan masuknya tahun ajaran baru serta potensi kenaikan permintaan barang dan jasa selama liburan sekolah. Selain itu, terdapat risiko lain, yaitu potensi penurunan pasokan beras dan cabai rawit seiring dengan berakhirnya panen raya, serta potensi berlanjutnya kenaikan harga rokok secara gradual akibat kenaikan cukai rokok pada awal tahun.
Lebih lanjut diungkapkan, TPID Provinsi dan 9 Kabupaten/Kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain pengembangan produksi padi dengan teknologi Hazton di berbagai wilayah di Bali, untuk mempercepat masa panen dan meningkatkan produksi.
Selain itu, TPID juga mendorong perluasan dan monitoring pelaksanaan program Gerakan Tanam Pangan Cepat Panen (Genta Paten) komoditas cabai rawit untuk mendorong peningkatan pasokan, peningkatan Kerjasama Antar Daerah (KAD) komoditas pangan intra Provinsi Bali maupun dengan wilayah lain, pemberian dukungan fasilitasi distribusi dan prasarana pertanian; serta peningkatan komunikasi oleh Kepala/Pejabat Daerah guna menjaga keyakinan masyarakat terhadap stabilitas pasokan dan harga.
“Melalui langkah-langkah tersebut, Bank Indonesia meyakini inflasi Provinsi Bali pada tahun 2024 akan tetap terjaga dan terkendali dalam kisaran target 2,5%±1%,” pungkas Erwin. (sur,dha)